Visitor

Sabtu, 28 September 2024

Sejarah Kota Terlarang Tiongkok

 Sejarah Kota Terlarang Tiongkok

Kota Terlarang (紫禁城, Zǐjìnchéng) adalah salah satu simbol kemegahan dan kekuasaan dinasti kekaisaran Tiongkok yang bertahan selama lebih dari lima abad. Terletak di pusat kota Beijing, kompleks istana yang megah ini telah menjadi pusat politik, budaya, dan spiritual Tiongkok sejak didirikan pada awal abad ke-15 hingga akhir kekuasaan dinasti Qing pada awal abad ke-20. Disebut sebagai "Kota Terlarang" karena akses ke kompleks ini sangat dibatasi hanya untuk kaisar, keluarga kekaisaran, serta pejabat terpilih. Dengan arsitektur megah dan desain yang mencerminkan filosofi Tiongkok kuno, Kota Terlarang tetap menjadi warisan budaya dunia yang dilindungi oleh UNESCO.

Latar Belakang Sejarah

Pembangunan Kota Terlarang dimulai pada tahun 1406 di bawah pemerintahan Kaisar Yongle dari Dinasti Ming (1368–1644). Yongle, yang dikenal sebagai salah satu kaisar paling kuat dalam sejarah Tiongkok, memutuskan untuk memindahkan ibu kota dari Nanjing ke Beijing, pusat strategis utara yang dilihatnya lebih cocok untuk mengendalikan wilayah kekaisarannya. Kota Terlarang dirancang untuk menegaskan kekuasaan dan otoritas kaisar sebagai "Putra Langit" yang memiliki mandat ilahi untuk memerintah dunia.

Proyek pembangunan ini memakan waktu sekitar 14 tahun dan selesai pada tahun 1420. Lebih dari satu juta pekerja terlibat dalam pembangunannya, dengan bahan-bahan yang diambil dari berbagai wilayah Tiongkok, termasuk kayu langka dari provinsi Sichuan dan batu marmer dari tambang dekat Beijing. Kota Terlarang dibangun mengikuti prinsip-prinsip Feng Shui dan filosofi Konfusianisme yang sangat mengutamakan harmoni antara manusia, alam, dan kosmos. Setiap detail dari kompleks ini dirancang untuk mencerminkan tatanan kosmik dan otoritas kekaisaran.

Arsitektur Kota Terlarang

Kota Terlarang mencakup area seluas 720.000 meter persegi dan terdiri dari hampir 980 bangunan. Kompleks ini dikelilingi oleh tembok setinggi 10 meter dan parit selebar 52 meter, memberikan perlindungan dari serangan dan penjagaan ketat terhadap akses masuk. Tata letak bangunannya mengikuti susunan linear yang tertata simetris di sepanjang sumbu utara-selatan, yang mencerminkan konsep pusat alam semesta dalam pandangan kosmologi Tiongkok.

Kota Terlarang terbagi menjadi dua bagian utama: Istana Luar dan Istana Dalam.

Istana Luar digunakan untuk kegiatan seremonial dan pemerintahan. Di sini, terdapat tiga aula utama, yaitu Aula Harmoni Tertinggi (太和殿, Tài Hé Diàn), Aula Harmoni Tengah (中和殿, Zhōng Hé Diàn), dan Aula Harmoni Pelestarian (保和殿, Bǎo Hé Diàn). Aula Harmoni Tertinggi adalah bangunan terbesar di Kota Terlarang dan menjadi tempat di mana kaisar mengadakan upacara besar seperti perayaan tahun baru atau pengangkatan pejabat tinggi.

Istana Dalam adalah area di mana kaisar dan keluarganya tinggal. Di sini terdapat tiga aula utama, yaitu Aula Kemurnian Surgawi (乾清宫, Qiánqīng Gōng), Aula Persatuan dan Perdamaian (交泰殿, Jiāotài Diàn), dan Aula Kedamaian Bumi (坤宁宫, Kūnnīng Gōng). Istana Dalam mencakup berbagai tempat tinggal kekaisaran dan taman-taman indah yang dirancang untuk menyediakan suasana damai dan harmonis bagi keluarga kekaisaran.

Selain itu, Kota Terlarang juga memiliki berbagai bangunan yang didedikasikan untuk kegiatan keagamaan dan spiritual, seperti kuil dan altar, yang mencerminkan pentingnya kepercayaan agama dalam kehidupan kekaisaran.

Dinasti Ming dan Dinasti Qing

Kota Terlarang menjadi pusat kekuasaan dari dua dinasti besar, yaitu Dinasti Ming dan Dinasti Qing. Pada masa Dinasti Ming, kota ini menjadi simbol stabilitas dan kemegahan kaisar, dengan upacara-upacara besar yang diadakan secara berkala. Namun, pada tahun 1644, Dinasti Ming mengalami kejatuhan akibat pemberontakan internal dan invasi pasukan Manchu dari utara, yang kemudian mendirikan Dinasti Qing (1644–1912).

Selama Dinasti Qing, Kota Terlarang tetap menjadi pusat kekuasaan, namun budaya dan tata cara kehidupan kekaisaran mulai mengalami perubahan di bawah pengaruh Manchu. Kaisar-kaisar Qing memodifikasi beberapa bangunan dan memperkenalkan adat istiadat Manchu ke dalam protokol istana. Namun, Kota Terlarang tetap mempertahankan struktur dasarnya dan terus menjadi pusat politik dan spiritual Tiongkok.

Salah satu momen penting dalam sejarah Kota Terlarang selama masa Qing adalah pemerintahan Kaisar Qianlong (1735–1796), yang dikenal sebagai salah satu kaisar terbesar dalam sejarah Tiongkok. Pada masanya, Kota Terlarang mengalami renovasi besar-besaran dan menjadi pusat seni dan budaya. Kaisar Qianlong juga menambahkan beberapa bangunan baru dan memperkaya koleksi seni yang disimpan di istana.

Akhir Era Kekaisaran

Pada awal abad ke-20, setelah lebih dari 500 tahun digunakan sebagai kediaman kekaisaran, Kota Terlarang mengalami perubahan besar. Pada tahun 1911, Revolusi Xinhai meletus dan menggulingkan Dinasti Qing, mengakhiri sistem kekaisaran yang telah berlangsung selama ribuan tahun. Kaisar terakhir, Puyi, diizinkan untuk tinggal di Kota Terlarang hingga tahun 1924 di bawah pengaturan khusus dengan pemerintah Republik Tiongkok yang baru dibentuk.

Namun, pada tahun 1924, Puyi akhirnya dipaksa keluar dari istana oleh pasukan pemerintah, menandai berakhirnya kekuasaan kekaisaran di Tiongkok. Setelah pengusiran Puyi, Kota Terlarang dibuka untuk umum dan diubah menjadi museum pada tahun 1925, dengan nama resmi Museum Istana Nasional (Gu Gong Bowuyuan).

Kota Terlarang Saat Ini

Sejak diubah menjadi museum, Kota Terlarang telah menjadi salah satu destinasi wisata paling terkenal di dunia, menarik jutaan pengunjung setiap tahun. Pada tahun 1987, UNESCO menetapkan Kota Terlarang sebagai Situs Warisan Dunia, mengakui pentingnya kompleks ini dalam sejarah dunia dan kontribusinya pada warisan budaya manusia.

Meski demikian, pemeliharaan dan konservasi Kota Terlarang tetap menjadi tantangan besar. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Tiongkok untuk melestarikan bangunan-bangunan tua yang rapuh, termasuk renovasi besar-besaran menjelang Olimpiade Beijing 2008.

Selain sebagai objek wisata, Kota Terlarang juga masih menjadi simbol kebanggaan nasional bagi rakyat Tiongkok. Kompleks ini mencerminkan kejayaan masa lalu dan semangat kesatuan bangsa yang terus dipertahankan hingga kini.

Kesimpulan

Kota Terlarang adalah saksi bisu dari sejarah panjang kekuasaan dinasti kekaisaran Tiongkok, menyimpan kisah-kisah kemegahan, intrik politik, hingga perubahan besar dalam tatanan negara. Sebagai pusat kekuasaan selama lebih dari lima abad, Kota Terlarang menjadi simbol otoritas dan keagungan kaisar Tiongkok, serta warisan budaya yang tidak ternilai bagi dunia. Meski zaman kekaisaran telah berakhir, Kota Terlarang tetap hidup sebagai monumen abadi dari kejayaan masa lalu dan sebagai sumber inspirasi bagi generasi mendatang.



Panorama Kota Beijing

 

Panorama Kota Beijing

 

Kota Baijing, sebagai ibukota Republik Rakyat Tiongkok , menjadi salah satu tujuan bagi peserta Benchmarking Batch 4 yang diselenggarakan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi ( Kemendes PDTT ) bekerjasama dengan Ministry of Agriculture and Rural Affair ( MARA ) Tiongkok. Beijing bukan hanya pusat pemerintahan, tetapi juga Kota bersejarah dan Kota  Metropolitan modern yang mampu memukau, menawarkan banyak inspirasi bagi para peserta untuk meningkatkan wawasan dan strategi dalam membangun Desa di Indonesia, Desa para peserta Benchmarking Batch 4 dan Desa Dabulon pada khususnya, Sabtu ( 28/09/2024 ).



Beijing, yang sebelumnya dikenal sebagai Peking, telah lama menjadi pusat politik, budaya dan ekonomi Tiongkok. Kota ini pertama kali menjadi Ibukota pada zaman Dinasti Yuan ( 1271-1368 ), kemudian dipertahankan oleh Dinasti Ming ( 1368-1644 ) dan Dinasti Qing ( 1644-1912 ). Meskipun mengalami berbagai perubahan politik, Beijing tetap menjdi Ibukota Republik Rakyat Tiongkok sejak didirikannya Negara Tiongkok pada tahun 1949 oleh Mao Zedong.

Sebagai salah satu dari Kota tertua di dunia dengan sejarah lebih dari 3.000 tahun, Beijing menyimpan kekayaan budaya yang tak tertandingi, seperti Tembok Besar China ( The Geat Wall of China ), Kota Terlarang dan Kuil Surga, yang menjadikan simbol kekuatan dan kebanggaan Tiongkok. Kini, Beijing adalah pusat administrasi utama, sekaligus Kota Metropolitan yang dinamis dengan perkembangan ekonomi, teknologi dan infrastruktur yang maju sangat pesat.

Setibanya di Beijing, para peserta Benchmarking Batch 4 ditempatkan di Hotel Landmark, yang menawarkan pemandangan spektakuler dari lantai atasnya. Dari Hotel Landmark ini, para peserta dapat melihat luasnya panorama Kota Beijing yang mencakup campuran bangunan modern pencakar langit dan situs-situs bersejarah.

Disisi timur Kota , terlihat kawasan bisnis CBD Beijing yang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit dengan arsitektur futuristik, seperti China Zun Tower, salah satu Gedung tertinggi di Beijing. Disis barat terlihat lanskap yang lebih tradisional dengan Pagoda dan area bersejarah, menciptakan kontras yang menarik antara masa lalu dan masa modern.

Pemandangan dimalam hari juga memukau dengan lampu-lampu kota yang berkilauan, memancarkan kemegahan Beijing sebagai salah satu pusat Kota Metropolitan dunia. Hotel Landmark memberikan pengalaman unik bagi para peserta untuk menyaksikan betapa megahnya perpaduan budaya kuno dan kemajuan modern yang harmonis di Beijing.

Begitu tiba di Beijing, para peserta Benchmarking Batch 4 merasakan kekaguman yang luar biasa dan antusiasme yang luar biasa. Kesan pertama para peserta adalah Kota yang sibuk dan penuh energi, dengan sistem transportasi yang sangat modern dan teratur. Bandara Internasional Beijing Daxing yang mereka singgahi adalah salah satu bandara paling canggih di dunia, menjadi simbol pintu gerbang menuju Kota Metropolitan.

Para peserta juga terkesan dengan keteraturan Kota yang tertata dengan baik, transportasi umum yang efisien dan keramahan penduduk setempat yang dengan senang hati membantu mereka meski ada perbedaan bahasa. Udara segar yang terasa di tengah hiruk pikuk Kota memberi kesan positif tentang kebersihan lingkungan dan keseriusan Pemerintah Tiongkok dalam menjaga keseimbangan antara urbanisasi dan kelestarian alam.

Salah satu peserta dari Desa Dabulon Anuar Sadat mengungkapkan “ Kota ini luar biasa megah, tetapi yang lebih mengesankan adalah bagaimana Pemerintah Tiongkok menjaga sejarah dan budaya, meskipun mereka terus berkembang sangat pesat “

Program Benchmarking Batch 4 yang diadakan di Chengdu Beijing tidak hanya bertujuan untuk memperkenalkan teknologi dan kebijakan pertanian modern, ekonomi tetapi juga untuk memberikan inspirasi bagi para Kepala Desa tentang bagaimana sebuah Negara bisa tumbuh besar tanpa meninggalkan identitas budayanya. Beijing, dengan segala kemajuannya, menjadi bukti bahwa kesejahteraan masyarakat desa bisa diraih jika ada keseriusan dan kebijakan yang tepat.

Para peserta mendapatkan motivasi kuat dari pengalaman melihat langsung bagaimana pembangunan perdesaan di Tiongkok berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat tanpa mengabaikan pentingnya teknologi dan inovasi. Para peserta menyaksikan betapa pentingnya investasi dalam infrastruktur, pendidikan dan pertanian berkelanjutan dalam membangun desa yang mandiri.

Salah satu peserta , Anuar Sadat berbagi pandangannya “ Melihat Beijing membuat saya termotivasi untuk memikirkan bagaimana caranya membawa kemajuan teknologi ke Desa saya, tetapi tanpa melupakan adat dan budaya yang kita miliki. Pembelajaran ini sangat berharga untuk diterapkan di Desanya “ imbuhnya. Motivasi ini menjadi refleksi bagi para peserta bahwa keberhasilan pembangunan desa tidak hanya bergantung pada kebijakan, tetapi juga kolaborasi dan kerja keras dari semua pihak, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Desa.

Panorama dan suasana Kota Beijing memberikan kesan mendalam bagi para peserta Benchmarking Batch 4. Kota yang kaya akan sejarah namun terus berkembang pesat menjadi motivasi tersendiri bagi para peserta untuk membawa perubahan positif di Desa masing-masing. Dengan bekal pengetahuan yang meraka dapatkan selama di Chengdu Beijing, diharapkan para Kepala Desa dapat menerapkan inovasi dan strategi yang lebih baik dalam memajukan desanya, serta tetap menjaga kearifan lokal dan budaya yang dimilikinya.

Village Head Benchmarking Program Batch 4 telah berakhir , secara resmi di tutup oleh Direktur Jenderal Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Nugroho Setijo Nagoro, Jum’at 27 september 2024 di Universitas Pertanian Sichuan. Perseta Benchmarking Batch 4 pun telah tiba di tanah air , membawa sejuta harapan untuk membangun desanya masing-masing, begitu juga dengan Kepala Desa Dabulon Anuar Sadat, Rencana Tindak Lanjutpun telah menanti guna mewujudkan Tata Kelola Desa yang baik serta perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dan memiliki daya saing.

 

LINK ARTIKEL TERBARU